FIQH MUNAKAHAT
FIQH MUNAKAHAT
BAGIAN 1
MUQADDIMAH
MUQADDIMAH
PENGERTIAN NIKAH
secara bahasa : kumpulan, bersetubuh, akad.
secara syar’i : dihalalkannya seorang lelaki dan untuk perempuan bersenangg-senang, melakukan hubungan seksual, dll .
HIKMAH NIKAH
Islam tidak mensyari’atkan sesuatu melainkan dibaliknya terdapat kandungan keutamaan dan hikmah yang besar. Demikian pula dalam nikah, terdapat beberapa hikmah dan maslahat bagi pelaksananya :
1. Sarana pemenuh kebutuhan biologis (QS. Ar Ruum : 21)
2. Sarana menggapai kedamaian & ketenteraman jiwa (QS. Ar Ruum : 21)
3. Sarana menggapai kesinambungan peradaban manusia (QS. An Nisaa’ : 1, An Nahl : 72)
Rasulullah berkata : “Nikahlah, supaya kamu berkembang menjadi banyak. Sesungguhnya saya akan membanggakan banyaknya jumlah ummatku.” (HR. Baihaqi)
4. Sarana untuk menyelamatkan manusia dari dekadensi moral.
Rasulullah pernah berkata kepada sekelompok pemuda : “Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian mampu kawin, maka kawinlah. Sebab ia lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun jika belum mampu, maka berpuasalah, karena sesungguhnya puasa itu sebagai wija’ (pengekang syahwat) baginya.” (HR Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shaum)
secara bahasa : kumpulan, bersetubuh, akad.
secara syar’i : dihalalkannya seorang lelaki dan untuk perempuan bersenangg-senang, melakukan hubungan seksual, dll .
HIKMAH NIKAH
Islam tidak mensyari’atkan sesuatu melainkan dibaliknya terdapat kandungan keutamaan dan hikmah yang besar. Demikian pula dalam nikah, terdapat beberapa hikmah dan maslahat bagi pelaksananya :
1. Sarana pemenuh kebutuhan biologis (QS. Ar Ruum : 21)
2. Sarana menggapai kedamaian & ketenteraman jiwa (QS. Ar Ruum : 21)
3. Sarana menggapai kesinambungan peradaban manusia (QS. An Nisaa’ : 1, An Nahl : 72)
Rasulullah berkata : “Nikahlah, supaya kamu berkembang menjadi banyak. Sesungguhnya saya akan membanggakan banyaknya jumlah ummatku.” (HR. Baihaqi)
4. Sarana untuk menyelamatkan manusia dari dekadensi moral.
Rasulullah pernah berkata kepada sekelompok pemuda : “Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian mampu kawin, maka kawinlah. Sebab ia lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun jika belum mampu, maka berpuasalah, karena sesungguhnya puasa itu sebagai wija’ (pengekang syahwat) baginya.” (HR Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shaum)